Keseimbangan Indera, Akal dan
Hati
Kemantapan hidup hanya ditentukan oleh dua hal, yaitu kaidah sains
dan filsafat di satu pihak dan akidah agama dipihak lain. Kedua-duanya telah
diragukan pada masa sofisme. Tentu saja kehidupan menjadi kacau karena sistem
nilai telah kacau. Pada abad pertengahan, terutama sejak tahun 200-an, akal
kalah total dan iman menang mutlak. Keadaan ini seharusnya telah dapat
diperhitungkan sebelum terjadi. Dapat dipahami mengapa baik Socrates maupun
Kant mati-matian menghentikan relativisme kebenaran. Pendapat yang mengatakan
bahwa kebenaran itu relatif (termasuk agama) adalah pendapat yang sangat
berbahaya. Konsekuensi pandangan ini ialah kekacauan (chaos). Karena sains itu
relatif, maka tidak akan ada kebenaran yang dapat dipegang (dipercaya) bersama.
Salah satu akibatnya ialah tidak akan ada sesuatu yang menjadi tali pengikat
dalam hubungan-hubungan sosial.
Untuk membuktikan kerelatifan filsafat, cukup dilihat andalan kebenaran filsafat. Andalan kebenaran filsafat ialah kelogisan argumennya. Bila Kant ingin menegakkan sains dengan meletakkan dasar-dasarnya pada kebenaran yang bersifat a priori, sedangkan a priori itu berada di dalam daerah filsafat, jadi bersifat relatif, maka pelacakan kebenaran sains akan berakhir pada jalan buntu. Yang ditemukan pada akhirnya ialah sains yang relatif juga. Manusia membawa sejak lahir (innate) kata hati(suara hati) yan bersifat imperatif. Suara hati itu ialah suara yang selallu mengajak menjadi orang yang baik. Puncak kebaikan itu adalah Tuhan. Menurut Al-Syaibani, manusia mempunyai tiga kekuatan atau potensi yang sama pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisi-sisinya sama panjang. Potensi yang dimaksud ialah jasmani, akal, dan roh.
Kemajuan kebahagiaan, dan kesempurnaan kepribadian manusia banyak bergantung pada keselarasan ketiga potensi itu. Islam, menurut Al-Syaibani, tidak hanya mengakui adanya ketiga potensi tersebut, tetapi juga meneguhkannya dan memantapkan wujudnya. Manusia bukan hanya jasmani, bukan hanya akal dan bukan hanya roh. Manusia adalah kesatuan semua itu yang saling melengkapi kesempurnaan manusia. Islam tidak dapat menerima materialisme yang mengajarkan benda terpisah dari roh, atau sebaliknya spiritualisme yang mengajarkan roh sama sekali terpisah dari benda. Islam tidak membenarkan akal berkuasa merajalela sehingga menjadikan pengetahuan yang diperoleh akal menjadi tidak terkendali.
Islam berpendapat bahwa manusia hanya mungkin maju bila terjadi perkembangan yang harmonis antara jasmani, akal, dan roh. Sebenarnya di dalam hidup ini indera, akal, dan hati harus diperhatikan sekurang-kurangnya sama besar kalau tidak dapat dikatakan hati lebih dipentingkan untuk diperhatikan. Bila ingin sempurna, manusia harus didominasi secara seimbang oleh indera, akal, dan rasa. Potensi itu masing-masing harus mendapat latihan secara serentak dan seimbang. Bila salah satu telah mendominasi lebih dari yang lain, maka kehidupan mulai terancam, sejarah telah memperlihatkan hal itu.
Manusia yang baik ialah manusia yang jasmani, akal, dan kalbunya berkembang secra seimbang di dalam tuntunan ajaran Tuhan Yang Maha Pintar.
Daftar Pustaka :
Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA
0 komentar:
Posting Komentar