Senin, 19 Desember 2016

AKAL DAN HATI PADA ZAMAN PASCAMODERN

23.16 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
 Akal dan Hati pada Zaman Pascamodern

Kritik filsafat pascamodern terhadap filsafat modern terungkap dalam istilah dekonstruksi seperti yang digunakanpara tokoh filsafat pascamodern. Yang didekonstruksi tentu saja rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Beberapa tokoh dalam filsfat pascamodern yaitu Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Mengapa filsafat rasionalisme perlu didekonstruksi kemudian karena ia merupakan filsafat yang keliru dan juga keliru cara menggunakannya. Gara-gara rasionalisme dan kekeliruan dalam menggunakan rasionalisme itulah budaya barat hancur. Bila hubungan natara hati dan akal manusia telah diputusan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertanyan tentang rumusan hidup ideal tidak pernah akan terjawab. Memilih sains dan teknologi sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkan sains dan teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan, berarti kita telah menyerahkan kehidupan manusia kepda alat yang dibuatnya sendiri. Paham posivistik memang akan bermuara pada sikap sekularistik seperti itu.
Tiga dasa warsa terakhir menjelang berakhirnya abad ke 20, terjadi perkembangan bau yang mulai menyadari bahwa manusiaa selama ini telah salah dalam menjalani kehidupannya. Manusia mulai merindukan dimensi spiritual yang telah hilang dari kehidupannya. Di dunia ilmu muncul pandangan yang menggugat paradigma positivistik. Tokoh seperti Khuntelah mengisyaratkan adanya upaya pendobrakan tatkala ia mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran sui generis (objektif). Dengan mengatakan itu, berarti Kuhn telah menyerang jantungnya positivisme yang menjadikan rasionalisme sebagai andalan satu-satunya.

Haedar Nashir, dalam Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (1990) mengungkapkan segi menarik pada krisis manusia modern. Bagaimana pendewasaan rasio manusia telah menjerumuskan manusia pada sekularisasi kesadaran dan menciptakan ketidakberartian hidup. Penyakit mental justru menjadi penyakit zaman seperti keserakahan, saling menghancurkan, sekularisasi kebudayaan, dan ada juga pencarian makna hidup. Tetapi akhirnya untuk mencapai tujuan hidup manusia modern justru melakukan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin berkembang karena adanya pandangan bahwaa ukuran keberhasilan seseorang adalah sejauh mana ia mampu mengumpulkan materi dan simbol-simbol lahiriah yang bersifat formal.

Syafi’i Ma’arif dalam kata pengantar buku Haedar Nashir itu menyatakan bahwa modernisme telah gagal karena telah mengabaikan nillai-nilai spiritual transendental sebagai fondasi kehidupan. Akibatnya, dunia modern tidak memiliki pijakan yang kokoh dal membangun peradaban. Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigmasains. Paradigma ini disusun berdasarkan warisan Descartesdan Newton.
Proseskehancuran budaya barat yang dijelaskan Capra yakni sebagai berikut:
1. Rasionalisme
2. Cartesian dan Newtonian
3. Paradigma Sains yang Tunggal
4. Budaya Barat
5. Kehancuran (kacau, penuh kontradiksi)
Dibutuhkan tiga paradigma (masing-masing untuk budaya sains, seni, dan etika) untuk merekayasa kembali budaya dunia, ketiga paradigma itu diturunkan dari Islam. Filsafat pascamodern tidak puas terhadap rasionalisme, karena itu rasionalisme harus didekonstruksi, dan harus direkonstruksi filsafat baru.

Daftar Pustaka :  

Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

0 komentar:

Posting Komentar