Minggu, 11 Desember 2016

TEORI-TEORI HUMOR

13.29 Posted by TyasSiti Nur Asiyah , No comments
TEORI-TEORI HUMOR
Kategori yang komis dan kategori yang humoris membangkitkan pada orang perasaan yang menggelikan, yang membuat tertawa, yang menghibur dan yang lucu. Khusus pada kategori yang humoris selain membuat orang tertawa atau tersenyum, juga dapat dijadikan sarana untuk secara halus atau secara tak langsung menyindir, mengejek, menghantam, dan melakukan pembalasan kepada pihak lain kawan atau lawan.
Lelucon yang humoris kini banyak diciptakan orang dalam masyarakat sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan atau menyampaikan suatu maksud. Dengan demikian lahirlah berbagai humor. Istilah humor menurut Martin Eshleman dewasa ini dipakai secara luas untuk menunjuk pada setiap hal yang merangsang kecenderungan orang pada tertawa yang lucu (everything that appelas to man's disposition toward comic laughter). Para ahli estetika kini telah mengembangkan berbagai teori humor untuk menunjukkan dan menerangkan apa sesungguhnya yang terdapat pada sesuatu hal yang membangkitkan gelak tertawa lucu pada orang-orang. Dalam garis besarnya berbagai teori humor itu dapat digolongkan menjadi tiga macam : 
1.  Teori Keunggulan  (Superiority theory)
2.  Teori ketaksesuaian (Incongruity theory)
3.  Teori pembebasan (Relief theory)

1).    Teori keunggulan menekankan bahwa inti humor ialah rasa lebih baik, lebih tinggi, atau lebih sempurna pada seseorang dalam menghadapi sesuatu keadaan yang mengandung kekurangan atau kelemahan. Menurut teori ini, seseorang akan tertawa bilamana mendadak memperoleh perasaan unggul karena dihadapkan pada pihak lain yang melakukan kekeliruan atau mengalami hal tak menguntungkan. Teori ini dapat dipakai untuk menerangkan mengapa para penonton tertawa terbahak-bahak melihat badut sirkus yang terbentur tiang, jatuh tersandung, melakukan aneka kekeliruan, atau perilakunya menunjukkan berbagai ketololan.

2).    Teori ketaksesuaian menjelaskan bahwa humor timbul karena perubahan yang sekonyong-konyong dari sesuatu situssi yang sangat diharapka mejadi suatu hal yang sama sekali tidak diduga atau tidak pada tempatnya. Tertawa terjadi karena harapan yang dikacaukan (frustated expectation) sehingga seseorang dari suatu sikap mental dilontarkan ke dalam sikap mental yang sama sekali berlainan.

3).    Menurut teori pembebasan, inti dari humor ialah pembebasan atau pelepasan dari kekangan yang terdapat pada diri seseorang. Karena berbagai pembatasan dan larangan yang ditentukan oleh masyarakat, dorongan-dorongan batin alamiah dalam diri seseorang mendapat kekangan atau tekanan. Bilamana kekangan/tekanan itu dapat dilepaskan atau dikendorkan oleh misalnya lelucon sex, sindiran jenaka, atau ucapan nonsense, maka meledaklah perasaan orang dalam bentuk tawa.

Menurut tokoh psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939), lelucon memiliki kimiripan dengan impian, yakni kedua-duanya pada dasarnya merupakan sarana untuk mengatasi kekangan (censor) yang datang dari luar atau telah tumbuh dalam diri seseorang. Dalam impian, ide-ide yang terlarang dapat diserongkan atau diselubungi, sedang dalam kelakar orang bisa menyelipkan kecaman, cacian, atau pelepasan diri dari apa saja secara tidak begitu keras dan langsung.
Menurut Hans Eyeseck dan Glen Wilson, segenap humor dapat dibedakan menjadi 4 ragam atau kategori, yaitu :
1.      Humor yang disebut "nonsense". Ragam humor ini tidak berisi sindiran, serangan dan lelucon sex, melainkan menggunakan berbagai teknik permainan kata atau unsur-unsur yang tak sesuai untuk membangkitkan gelak tertawa pada orang .

2.      Humor yang disebut "satire" dan berisi sindiran terhadap orang, pejabat, kelompok atau lembaga. Ini merupakan semacam serangan tak langsung atau kecaman halus yang ditujukan kepada suatu pihak tertentu.

3.      Humor agresi secara langsung yang berisi kekerasn fisik, kebiadaban, penghinaan dan penyiksaan yang sadis.

4.      Humor berisi sesuatu lelucon sex yang bisa ditampilkan secara kasar sekali atau amat halus.

Terakhir perlu dibahas tentang kategori yang jelek. Tampaknya memang agak janggal bahwa salah satu kategori keindahan adalah kejelekan. Hal yang jelek bersifat kontradiktif terhadap hal yang indah. Kejelekkan tidaklah berarti kosongnya atau kurangnya ciri-ciri yang membuat sesuatu benda disebut indah, melainkan mengacu pada sifat-sifat yang nyata-nyata bertentangan dengan sifat indah. Misalnya kalau ketertiban pada sesuatu hal dianggap menimbulkan perasaan senang sehingga hal itu dinyatakan indah, maka hal yang jelek bukanlah kecilnya ketertiban melainkan suatu keadaan yang amat kacau balau. Kejelekkan menimbulkan pada orang perasaan muak dan mual. Hal yang jelek kini dianggap mempunyai nilai estetis karena dapat membangkitkan sesuatu emosi tertentu yang negatif, suatu nilai estetis yang negatif,yang bertentangan dengan sifat-sifat indah. Oleh karena itu, dapatlah dimengerti kalau belakangan ini ada produser film yang menyajikan tokoh-tokoh jelek atau seniman yang menciptakan sesuatu karya seni menjijikkan yang tergolong pada kategori yang jelek.

Daftar Pustaka :
1. Wadjiz Anwar, L.Th., 1980, Filsafat Estetika, Nur Cahaya, Yogyakarta
2. Mudji Sutrisno, Chist Verhaak, 1993, Estetika Filasafat Keindahan, Kanisius, Yogyakarta


0 komentar:

Posting Komentar