Kamis, 22 Desember 2016

Index Tugas Blog Filsafat Tyas Siti Nur Asiyah 2290150047 Pendidikan Sosiologi

12.09 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
DAFTAR ISI
5.       MANUSIA DAN FILSAFAT
7.       MANUSIA DAN FILSAFAT
26.   KESADARAN AGAMA DAN PERMASALAHAN SOSIAL

Selasa, 20 Desember 2016

HAKIKAT ETIKA FILSAFAT

22.16 Posted by TyasSiti Nur Asiyah , 1 comment
HAKIKAT ETIKA FILSAFAT
Etika filsafat sebagai  cabang ilmu, melanjutkan kecenderungan seseorang dalam hidup sehari-hari. Etika filsafat merefleksikan unsur-unsur tingkah laku dalam pendapat-pendapat secara sepontan. Kebutuhan refleksi itu dapat dirasakan antara lain karena pendapat etik tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.Etika filsafat dapat didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma susila atau dari sudut baik atau buruk. Dari sudut pandang normatif, etika filsafat merupakan wacana yang khas bagi perilaku kehidupan manusia, dibandingkan dengan ilmu lain yang juga membahas tingkah laku manusia.Etika filsafat termasuk salah satu cabang ilmu filsafat dan malah dikenal sebagai salah satu cabang filsafat yang paling tua. 
Dalam konteks filsafat yunani kuno etika filsfat sudah terbentuk terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika filsafat merupakan ilmu, tetapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu emperis, artinya ilmu yang didasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak pernah meniggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat emperis, karena seluruhna berlangsung dalam rangka emperis (pengalaman inderawi) yaitu apa yang dapat dilihat, didengar, dicium, dan dirasakan. Ilmu emperis berasal dari observasi terhadap fakta-fakta dan jika ia berhasil merumuskan hukum-hukum ilmiah, maka kebenaran hukum-hukum itu harus diuji lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain, etika filsafat tidak membatasi gejala-gejala konkret. Tentu saja, filsafat berbicara juga tentang yang konkret, kadang-kadang malah tentang hal-hal yang amat konkret, tetapi ia tidak berhenti di situ.Pada awal sejarah timbulnya ilmu etika, terdapat pandangan bahwa pengetahuan bener tentang bidang etika secara otomatis akan disusun oleh perilaku yang benar juga. Itulah ajaran terkenal dari sokrates yang disebut Intelektualisme Etis. 
Menurut sokrates orang yang mempunyai pengetahuan tentang baik pasti akan melakukan kebaikan juga. Orang yang berbuat jahat, dilakukan karena tidak ada pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika. Makanya ia berbuat jahat.Kalau dikemukakan secara radikal begini, ajaran itu sulit untuk dipertahankan. Bila orang mempunyai pengetahuan mendalam mengenai ilmu etika, belum terjamin perilakunya baik. Disini berbeda dari pengalaman ilmu pasti. Orang-orang yang hampir yang tidak mendapat pendidikan di sekolah, tetapi selalu hidup dengan perilaku baik dengan sangat mengagumkan. Namun demikian, ada kebenarannya juga dalam pendapat sokrates tadi, pengethuan tentang etika merupakan suatu unsur penting, supaya orang dapat mencapai kematangan perilaku yang baik. Untuk memperoleh etika baik, studi tentang etika dapat memberikan suatu kontribusi yang berarti sekalipun studi itu sendiri belum cukup untuk menjamin etika baik dapat terlaksana secara tepat.Etika filsafat  juga bukan filsafat praktis dalam arti ia menyajikan resep-resep yang siap pakai. 
Buku etika tidak berupa buku petunjuk yang dapat dikonsultasikan untuk mengatasi kesulitan etika buruk yang sedang dihadapi. Etika filsafat merupakan suatu refleksi tentang teman-teman yang menyangkut perilaku. Dalam etika filsafat diharapkan semuah orang dapat menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, tanggung jawab, nilai, norma, hak, kewajiban, dan keutamaan.Di kalangan orang-orang kebanyakan, sering kali etika filsafat tidak mempunyai nama harum. Tidak jarang ia dituduh mengawang-awang saja, karena membahas hal-hal yang abstrak dan kurang releven  untuk hidup sehari-hari. Banyak uraian etika filsafat dianggap tidak jauh dari kenyataan sesungguhnya. Itulah hakikat filsafat mengenai etika. Disini tidak perlu diselidiki sampai dimana prasangka itu mengandung kebenaran. Tetapi setidak-tidaknya  tentang etika sebagai cabang filsafat  dengan mudah dapat disebut dan disetujui relevansinya bagi banyak persoalan yang dihadapi umat manusia. (M. Yatimin Abdullah: 2006).Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. 
Etika tidak memberikan ajaran melainkan memeriksa kebiasaan, nilai, norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika menuntut pertanggungjawaban dan mau menyingkatkan kerancuan (kekacauan). Etika tidak membiarkan pendapat-pendapat moral yang dikemukakan dipertanggungjawabkan. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral, sedangkan kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakkan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. (Surajiyo: 2005)
Daftar Pustaka :
Asmoro Achmadi.2011.Edisi Revisi-Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers2. 

Senin, 19 Desember 2016

AKAL DAN HATI PADA ZAMAN PASCAMODERN

23.16 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
 Akal dan Hati pada Zaman Pascamodern

Kritik filsafat pascamodern terhadap filsafat modern terungkap dalam istilah dekonstruksi seperti yang digunakanpara tokoh filsafat pascamodern. Yang didekonstruksi tentu saja rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi kebudayaan dunia barat. Beberapa tokoh dalam filsfat pascamodern yaitu Arkoun, Derrida, Foucault, Wittgenstein. Mengapa filsafat rasionalisme perlu didekonstruksi kemudian karena ia merupakan filsafat yang keliru dan juga keliru cara menggunakannya. Gara-gara rasionalisme dan kekeliruan dalam menggunakan rasionalisme itulah budaya barat hancur. Bila hubungan natara hati dan akal manusia telah diputusan maka manusia akan memperoleh kenyataan bahwa pertanyan tentang rumusan hidup ideal tidak pernah akan terjawab. Memilih sains dan teknologi sebagai satu-satunya gantungan hidup, atau meletakkan sains dan teknologi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam kehidupan, berarti kita telah menyerahkan kehidupan manusia kepda alat yang dibuatnya sendiri. Paham posivistik memang akan bermuara pada sikap sekularistik seperti itu.
Tiga dasa warsa terakhir menjelang berakhirnya abad ke 20, terjadi perkembangan bau yang mulai menyadari bahwa manusiaa selama ini telah salah dalam menjalani kehidupannya. Manusia mulai merindukan dimensi spiritual yang telah hilang dari kehidupannya. Di dunia ilmu muncul pandangan yang menggugat paradigma positivistik. Tokoh seperti Khuntelah mengisyaratkan adanya upaya pendobrakan tatkala ia mengatakan bahwa kebenaran ilmu bukanlah suatu kebenaran sui generis (objektif). Dengan mengatakan itu, berarti Kuhn telah menyerang jantungnya positivisme yang menjadikan rasionalisme sebagai andalan satu-satunya.

Haedar Nashir, dalam Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern (1990) mengungkapkan segi menarik pada krisis manusia modern. Bagaimana pendewasaan rasio manusia telah menjerumuskan manusia pada sekularisasi kesadaran dan menciptakan ketidakberartian hidup. Penyakit mental justru menjadi penyakit zaman seperti keserakahan, saling menghancurkan, sekularisasi kebudayaan, dan ada juga pencarian makna hidup. Tetapi akhirnya untuk mencapai tujuan hidup manusia modern justru melakukan kekerasan. Kekerasan itu amat mungkin berkembang karena adanya pandangan bahwaa ukuran keberhasilan seseorang adalah sejauh mana ia mampu mengumpulkan materi dan simbol-simbol lahiriah yang bersifat formal.

Syafi’i Ma’arif dalam kata pengantar buku Haedar Nashir itu menyatakan bahwa modernisme telah gagal karena telah mengabaikan nillai-nilai spiritual transendental sebagai fondasi kehidupan. Akibatnya, dunia modern tidak memiliki pijakan yang kokoh dal membangun peradaban. Dari analisis filsafat dan sejarah kebudayaan kita mengetahui bahwa budaya barat disusun dengan menggunakan hanya satu paradigma, yaitu paradigmasains. Paradigma ini disusun berdasarkan warisan Descartesdan Newton.
Proseskehancuran budaya barat yang dijelaskan Capra yakni sebagai berikut:
1. Rasionalisme
2. Cartesian dan Newtonian
3. Paradigma Sains yang Tunggal
4. Budaya Barat
5. Kehancuran (kacau, penuh kontradiksi)
Dibutuhkan tiga paradigma (masing-masing untuk budaya sains, seni, dan etika) untuk merekayasa kembali budaya dunia, ketiga paradigma itu diturunkan dari Islam. Filsafat pascamodern tidak puas terhadap rasionalisme, karena itu rasionalisme harus didekonstruksi, dan harus direkonstruksi filsafat baru.

Daftar Pustaka :  

Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

KESEIMBANGAN INDERA, AKAL DAN HATI

23.01 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Keseimbangan Indera, Akal dan Hati

Kemantapan hidup hanya ditentukan oleh dua hal, yaitu kaidah sains dan filsafat di satu pihak dan akidah agama dipihak lain. Kedua-duanya telah diragukan pada masa sofisme. Tentu saja kehidupan menjadi kacau karena sistem nilai telah kacau. Pada abad pertengahan, terutama sejak tahun 200-an, akal kalah total dan iman menang mutlak. Keadaan ini seharusnya telah dapat diperhitungkan sebelum terjadi. Dapat dipahami mengapa baik Socrates maupun Kant mati-matian menghentikan relativisme kebenaran. Pendapat yang mengatakan bahwa kebenaran itu relatif (termasuk agama) adalah pendapat yang sangat berbahaya. Konsekuensi pandangan ini ialah kekacauan (chaos). Karena sains itu relatif, maka tidak akan ada kebenaran yang dapat dipegang (dipercaya) bersama. Salah satu akibatnya ialah tidak akan ada sesuatu yang menjadi tali pengikat dalam hubungan-hubungan sosial.

Untuk membuktikan kerelatifan filsafat, cukup dilihat andalan kebenaran filsafat. Andalan kebenaran filsafat ialah kelogisan argumennya. Bila Kant ingin menegakkan sains dengan meletakkan dasar-dasarnya pada kebenaran yang bersifat a priori, sedangkan a priori itu berada di dalam daerah filsafat, jadi bersifat relatif, maka pelacakan kebenaran sains akan berakhir pada jalan buntu. Yang ditemukan pada akhirnya ialah sains yang relatif juga. Manusia membawa sejak lahir (innate) kata hati(suara hati) yan bersifat imperatif. Suara hati itu ialah suara yang selallu mengajak menjadi orang  yang baik. Puncak kebaikan itu adalah Tuhan. Menurut Al-Syaibani, manusia mempunyai tiga kekuatan atau potensi yang sama pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisi-sisinya sama panjang. Potensi yang dimaksud ialah jasmani, akal, dan roh. 

Kemajuan kebahagiaan, dan kesempurnaan kepribadian manusia banyak bergantung pada keselarasan ketiga potensi itu. Islam, menurut Al-Syaibani, tidak hanya mengakui adanya ketiga potensi tersebut, tetapi juga meneguhkannya dan memantapkan wujudnya. Manusia bukan hanya jasmani, bukan hanya akal dan bukan hanya roh. Manusia adalah kesatuan semua itu yang saling melengkapi kesempurnaan manusia.
Islam tidak dapat menerima materialisme yang mengajarkan benda terpisah dari roh, atau sebaliknya spiritualisme yang mengajarkan roh sama sekali terpisah dari benda. Islam tidak membenarkan akal berkuasa merajalela sehingga menjadikan pengetahuan yang diperoleh akal menjadi tidak terkendali. 

Islam berpendapat bahwa manusia hanya mungkin maju bila terjadi perkembangan yang harmonis antara jasmani, akal, dan roh. Sebenarnya di dalam hidup ini indera, akal, dan hati harus diperhatikan sekurang-kurangnya sama besar kalau tidak dapat  dikatakan hati lebih dipentingkan untuk diperhatikan. Bila ingin sempurna, manusia harus didominasi secara seimbang oleh indera, akal, dan rasa. Potensi itu masing-masing harus mendapat latihan secara serentak dan seimbang. Bila salah satu  telah mendominasi lebih dari yang lain, maka kehidupan mulai terancam, sejarah telah memperlihatkan hal itu. 

Manusia yang baik ialah manusia yang jasmani, akal, dan kalbunya berkembang secra seimbang di dalam tuntunan ajaran Tuhan Yang Maha Pintar.

Daftar Pustaka :

Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung     : PT REMAJA ROSDAKARYA

AKAL DAN HATI PADA ZAMAN MODERN

22.43 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Akal dan Hati Pada Zaman Modern

Banyak orang yang jengkel oleh dominasi gereja. Rene Decrates jelas bertujuan untuk melepaskan filsafat dari kekangan gereja, terlihat dari argumen Cogito yang terkenal. Setelah itu, banyak bermunculan filsof-filsof yang lain. Akal yang dikekang selama kira-kira 1500tahun itu sekarang berpesta pora merayakan kebebasannya. Akal menang lagi. Akan tetapi, silanya, sofisme Yunani terulang lagi. Sofisme modern, cirinya kebenaran itu relatif. Alasan adanya sofisme, yaitu pertama sesungguhnya tidak ada perbedaan yang esensial antara sofisme dan skeptisisme sekurang-kurangnya dalam akibat pemikiran itu. Kedua, agar lebih mudah mengikuti alur sistem yang dikemukakan dalam tulisan in, terutama sejak Thales hingga Capra.
Sofisme pertama ialah suasana pemikiran yang dihadapi oleh Socrates. Tokoh-tokoh utamanya ialah Parmanides dan Gorgias. Sofisme kedua atau sofisme modern ialah suasana pemikiran yang dihadapi oleh Kant.
Renaissance
Merupakan istilah Prancis. Dalam bahasa latin, re-nasvi berarti lahir kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh sejarahwan untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya yang terjadi di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia, sepanjang abad 15  dan 16. Mula-mula istilah ini digunakan oleh sejarahwan terkenal, Michelet, dan dikembangkan oleh J. Burckhardi (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia,sebagai periode yang dilawankan dengan periode pertengahan. Ciri utama dari renaissance ialah humanisme, individualisme, lepas dari agama(tidak mau diatur oleh agam), empirisme dan rasionalisme.

Rasionalisme
Pada bagian ini dibicarakakn pemikiran pokok Descartes, Spinoza, dan Leibnis. Merupakan tokoh besar dalam filsafat rasionalisme. Rasionalisme ialah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memproleh dan mengetes pengetahuan. Jika empiris memengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris,maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis (logika).
Rasionalisme ada dua macam, yaitu rasionalisme dalam bidang agama dan rasionalisme dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan unuk mengkritik ajaran agama, sedangkan dalam bidang filsafat berguna sebagai teori pengetahuan.

Idealisme objektif
Idealisme adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam ketergantungannya pada jiwadan spirit. Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Plato sring disebut sebagai seorang idealis sekalipun ideanya tidak khusus (spesifik) mental, tetapi lebih merupakan objek universal.


Idealisme Theist- Pascal.
Ada dua cara memperoleh pengetahuan menurut Pascal, pertama dengan menggunakan akal, Dan yang kedua dengan menggunakan hati.

- Immanuel Kant
Sejarah filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Menurut Kant, semua planet sudah atau akan dihuni, dan planet-planet yang jauh dari matahari akan mempunyai masa berkembang lebih panjang, barangkali dihuni oleh spesies yang lebih cerdas dibandingkan dengan penghuni kita ini. 
Penemuan Kant yang penting ialah bahwa dunia luar itu kita ketahui hanya dengan sensasi, dan jiwa bukan sekadar tabula rasa,jiwa itu alat yang positif, memilih dan merekonstruksi hasil sensasi yang masuk.

Empirisisme
Empirisisme adalah suatu dktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkan peranan akal.

Pragmatisme
Pragmatisme merupakan realitas sebagaimana yang kita ketahui. Sebenarnya istilah pragmatise lebih hanya berarti sebagai metode untuk memperjelas suatu konsep ketimbang sebagai suatu doktrin kefilsafatan.

Eksistensialisme
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis yang berarti penentuan. Filsafat ialah perjalanan satu krisis ke krisislain.  Ini berarti bahwa manusia yang berfilsafat meninjau kembali dirinya. Sifat materialisme merupakan pendorong lahirnya eksistensialisme.  Yang dimaksud dengan eksistensi  ialah cara orang berada di dunia.


Daftar Pustaka :
Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

AKAL DAN HATI PADA ABAD PERTENGAHAN

22.30 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Akal dan Hati Pada Abad Pertengahan

Plotinus (204-270)
Ajaran Plotinus atau Ployinisme erat kaitannya dengan ajaran Plato, yakni menganut realitas idea. Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep transendens. Menurut pendapatnya, di dalam pikiran terdapat tiga realitas, yakni the one, the mind, dan the soul. The one (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan Philo, yaitu suatu realitas yang tidak mungkin dapat dipahami melalui metode sains dan logika. Ia berada di luar eksistensi, di luar segala nilai. The mind merupakan gambaran dari Yang Esa dadi dalamnya mengandung idea-idea Plato. Idea-idea itu merupakan bentuk asliobjek-objek.The soul, teori ini adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus. Sebagai arsitek semua fenomena yang ada di alamini, soul itu mengandung satu jiwa dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat dilihat dalam dua aspek, ia adalah energi di belakang dunia, dan pada waktu yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta. Jiwa manusia juga mempunyai dua aspek, yang pertama intelek yang tunduk pada reinkarnasi, dan yang kedua adalah irasional.


Augustinus (354-430)
Alih-alih akal dan pemikiran kritis diambilnya keimanan, alih-alih manusia dan kemampuannya diambil kedaulatanTuhan. Intelektualisme tidak penting dalam sistemnya, yang penting ialah cinta kepada Tuhan (Mayer, 357).Setiap pengertian tentang kemungkinan pasti mengandung kesungguhan. Bila orang menganggap bahwa suatu doktrin adalah sebuah kemingkinan, ia harus menganggap bahwa di dalam doktrin itu ada kebenaran. Bila orang ragu bahwa dia hidup, tentu ia benar-benar hidup.
Ia berpendapat bahwa tugas manusia adalah memahamii gejala kenyataan yang selalu berubah. Mengenai penciptan jiwa, penempatannya di dalam badan bukan hasil atau akibat kejatuhannya, melainkan memang kewajaraan atau naturnya jiwa itu bertempat dalam badan jasmani. Jiwa tidak ada tanpa badan, akan tetapi jiwa tidak bergantung pada badan. Jiwa lebih tinggi daripada badan, lebih hakikat daripada badan.

Anselmus(1033-1109)
Ia mendahulukan iman daripada akal. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita mulai berpikir. Dalam membuktikan adanya Tuhan, Anselmus menjelaskan lebih dulu bahwa semua konsep adalah relatif. Karena di dalam makhluk kesempurnaan itu bervariasi, maka kesempurnaan universal haruslah ada. Menurut pendapatnya, makhluk terbatas ini tidaklah menciptakan diriny sendiri, mereka memerlukan pencipta, itu adalah Tuhan. Lebih jauh, semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan, itu menunjukkan adanya kebaikan maha tinggi yang di sana semua makhluk berpartisipasi.
Teori pengetahuan Anselmus menyatakan bahwa pengetahuan dimulai dari penginderaan,lalu terbentuklah pengetahuan akliah, terakhir adalah menangkap kebesaran Tuhan melalui jalur mistik, kebaikan tertinggi bagi manusia ialah perenungan tentang kebesaran Tuhan.

Thomas Aquinas (1225-1274)
Pandangannya tentang pengetahuan dipengaruhi oleh keyakinannya bahwa Tuhan adalah awal dan akhir segala kebijakan. Secara singkat alam semesta ini dalam pandangan Aquinas dibagi kedalam lima kelas, yakni realitas anorganis, realitas animal, realitas manusia,realitas malaikat, dan realitas Tuhan.
Aquinas berpendapat bahwa Tuhan menciptakan alam semesta dari tiada, sekaligus, jadi berlawanan dengan teori Darwin. Dalam mencipta itu Tuhan tidak dipengaruhi oleh apapun, karena itu ia tidak memerlukan penciptaan secara evolusi. Menurut Aquinas, alam ini tidak kekal. Sekalipun demikian, menurut pendapatnya akal tidak dapat membuktikan apakah alam ini kekal ataukah tidak kekal.


Daftar Pustaka : 
Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

AKAL DAN HATI PADA ZAMAN YUNANI KUNO

22.28 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Akal dan Hati Pada Zaman Yunani Kuno
Ciri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme. Rasionalisme mencapai puncaknya padaorang-orang sofis. Untuk melihat rasionalisme sofis perlu dipahami lebih dulu latar belakangnya. Latar belakang itu terletak pada pemikiran filsafat yang ada sebelumnya, yaitu pemikiran-pemikiran Tahles, Anaximander, Heraclitus, Permanidus, Zeno, Protagoras, Gorgias, Socrates, Plato dan Aristoteles
Thales
Digelari bapak filsafat karena ialah orang yang pertama kali berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang mendasar yang jarang diperhatikan orang jaman sekarang. “Apa sebenarnya bahan alam semesta ini?”. Terlepas dari apapun jawabannya, pertanyaan ini saja sudah bisa mengangkatnya menjadi filosof pertama. Ia sendiri menganggap air sebagai bahan alam semesta karena air sangat diperlukan dalam kehidupan. Dan menurut pendapatnya, bumi ini terapung di atasair. Bahkan jawabannya sendiri tidak lebih berbobot dibandingkan pertanyaannya.Pertanyaannya pun ia jawab menggunakan akal, bukan menggunakan agama atau kepercayaan lainnya. Di sini akal mulai digunakan, lepas dari keyakinan.
Anaximander
Ia mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya. Anaximenes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, begitulah alasannya.

Heraclitus
Paham relativisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus menyatakan “kamu tidak dapat terjun ke sungai dua kali karena air sungai itu selalu mengalir”. Menurutnya, alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah. Sesuatu yang dingin menjadi panas, dan yang panas menjadi dingin. Implikasi pernyataan ini amat hebat. Pernyataaan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah,tidak tetap. Hari ini 2+2 =4 besok  bisa saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat sofisme.

Paramanides
Paramanides yang lahir kira-kira tahun 450 SM dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat. Bahkan disebut filosof pertama dalam pengertian modern. 
Ia bertanya: “apa standar kebenaran dan apa ukuran realitas?” bagaimana hal itu dapat dipahami?” 
Ia menjawab:
Ukurannya ialah logika yang konsisten. Perhatikan contoh berikut:
Ada 3 cara berpikir tentang tuhan. (1) ada,  (2) tidak ada, (3) ada dan tidak ada. Yang benar ialah (1) tidak mungkin meyakini yang tidak ada (2) sebagai ada karena yang tidak ada pastilah tidak ada. Yang (3) pun tidak mungkin karena tidak mungkin tuhan itu ada sekaligus tiak ada. Jadi benar tidaknya suatu pendapat diukur dengan logika. Ukuran kebenaran adalah akal manusia, ukuran kebenaran adalah manusia. 

Protagoras
Ia menyatakan bahwa manusia adalah ikuran kebenaran. Ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi, akibatnya tidak ada ukuran yang absolut dalam etika,metafisika, maupun agama. Bahkan menurutnya teori-teori matematika juga tidak mempunyai kebenaran yang absolut.

Gorgias
Georgias datang ke Athena 427 SM dari Leontini. Ada tiga proporsi yang diajukan Gorgias. Yang pertama adalah tidak ada yang ada. Maksudnya realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada,ia tidak akan dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Akal menurutnya tidak mampu meyakinkan kita tentang bahan alam semeta ini karena kita telah dikungkung oleh dilema subjektif. Kita berpikir sesuai dengan kemauan, ide kita yang kita terapkan pada fenomena. Proporsi yang ketiga adalah sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Socrates
Ia memulai filsafatnya dengan bertolak dari kehidupan sehari-hari. Menurutnya, ada kebijakan objektif yang tidak bergantung kepada saya atau kepada kita hari ini. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang objektif,  Socrates melakukan metode-metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dilakukan dengan percakapan-percakapan. Ia kemudian menganalisis pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat tentang salah dan tidak salah misalnya. Sering kali percakapan itu berakhir dengan kebingungan, tapi tak jarang dialog itu menghasilkan definisi yang berguna.Metode yang digunakan Socrates biasa disebut dengan dialektika. Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisinya, Socrates bisa membuktikan kepada orang sofis bahwa pengetahuan yang umum itu ada, yaitu definisi itu.
Plato
Menurut Plato, kebenaran umum itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif, tapi pengertian umum itu sudah ada “di sana” di alam idea.

Aristoteles
Bila orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, maka Aristoteles menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran. 


Salah satu teori metafisika Aristoteles  yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa form dan matter itu bersatu.  Matter memberikan substansi sesuatu, form memberikan pembungkusnya. Setiap objek terdiri atas form dan matter. Namun ada substansi yang murni form tanpa adanya matter yaitu Tuhan.  Aristoteles percaya adanya Tuhan. Bukti adanya Tuhan adalah Tuhan sebagai penyebab gerak. Tuhanmenurut aristoteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan (memperdulikan) alam ini. Ia bukan pesona, ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah berharap Tuhan mencintai kita. ia adalah kesempurnaan tertinggi dan kita mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita.

Daftar Pustaka:
Tafsir, Ahmad. 2008. FILSAFAT UMUM AKAL DAN HATI SEJAK THALES SAMPAI CAPRA. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA


ANALISIS BUKU FILSAFAT ILMU

22.11 Posted by TyasSiti Nur Asiyah No comments
Judul Buku      : FILSAFAT ILMU
Penulis             : PROF. DR. AMSAL BAKHTIAR, M.A.
Penerbit           :PT RAJAGRAFINDO PERSADA
Tahun terbit     : 2004
Agama, ilmu, dan masa depan manusia
Ilmu pengetahuan dari masa ke masa mengalami perubahan terhadap apa yang dianggap sebagai kebenaran yang hakiki. Berbagai tahapan pengetahuan serta ragam jenis sumber pengetahuan pun berkembang dimulai dari adanya filosofi alam hingga berkembangnya rasionalitas. Begitupun dengan agama dimulai adanya agama yang katanya bersifat kuno hingga bersifat modern yang membawa dampak tersendiri bagi agama tersebut. Dengan demikian agama dan ilmu dalam berberapa hal memang berbeda namun pada sisi tertentu memiliki kesaman. Agama lebih mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif dan subjektif. Sedangkan ilmu selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif, bersifat insklusif dan objektif. Walaupun begitu antara agama dan ilmu memiliki persamaan, yaitu bertujuan memberi ketenangan dan kemudaan bagi manusia.
Agama memberikan ketenangan dari segu batin karena ada janji kehidupan setelah kematian, sedangkan ilmu memberi ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia. Agama mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, hamper semua kitab suci menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu sebanyak mungkin.
Karakteristik agama dan ilmu tidak selalu harus dilihat dalam konteks yang bersebrangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi dalam membantu kehidupan manusia yang lebih layak. Seperi semakin berkembangnya ilmu maka semakin banyak pula problema yang datang mengiringinya. Tak hanya ilmu namun agama pun mendapat tantangan dari rasionalitas manusia yang telah membuktikan diri mampu mengubah penampilan dunia fisik. Perwujudan kearifan religious yang unspeakable dikalahkan oleh rasionalitas yang senantiasa melihat persoalan secara teknis sebatas alam fisik. Pada tingkat praktis, ‘agama kuno’ memiliki apresiasi terhadap kehidupan yang lebih baik dan ini mengacu kepada jiwa yang lebih ksatria dan mulia, sedangkan agama ;modern’ mewakili sikap egoistis manusia terhadap lingkungannya jika bukan memamerkan cara mengesahkan keserakahan, sekedar untuk tidak dianggap kuno ataupun ketinggalan zaman.
Kemudian semangat yang berlebihan dalam beragama justru akan merugikan dan merusak makna agama itu sendiri. Di satu pihak penerapan rasionalitas dalam agama yang dilakukan oleh mereka yang ingin memodernisasi agama agar sesuai dengan kemajuan zaman atau berpretensi untuk membersihkan agama dari berbagai bid’ah akan memiskinkan agama sekadar pelayan materialism, karena rasionalitas hanya dapat bekerja pada wilayah logis yang speakble dan bukan wilayah reflektif dari pengetahuan manusia dimana wilayah rasionalitas harus bekerja dua kali dan dengan demikian mengingkari dirinya. Di pihak lain, religiusitas tidak dapat direalisasi secara paksa karena hanya akan memuaskan perasaan manusia belaka. Dan visualisasi yang bagaimanapun tentang Tuhan hanya menghasilkan patung Tuhan.
Ilmu dapat dilumpuhkan oleh biasnya sendiri. Sebagai mana juga agama. Di dunia Barat dewasa ini tujuan ilmu adalah menjelaskan alam fisik, sementara tujuan agama adalah menjelaskan alam spiritual. Seharusnya sinergi agama dan ilmu dalam konteks ini dapat dilakukan demi terwujudnya keseimbangan peradaban manusia. Sebab demi terwujudnya keseimbangan peradaban manusia, masing-masing pihak masih tetap mempertahankan ego, maka masa depan umat manusia tidak dapat diramalkan, bahkan akibatnya jauh lebih dahsyat daripada kehancuran perang dunia ke II. Maka disnilah ilmu dan teknologi tidak harus dilihat dari aspek yang sempit tetapi haus dilihat dari tujuan jangka panjang dan untuk kepentingan kehidupan yang lebih abadi.
Begitulah isi dari buku Filsafat Ilmu karya Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A yang menjelaskan bagaimana perkembangan ilmu dan kaitannya dengan agama di masa depan. Dimana buku ini memiliki bahasa tulisan ataupun gaya tulisan yang mudah dipahami sehingga bagi para pemula pembelajar filsafat dapat memahami konsep-konsep yang diberikan secara utuh sehingga itu kemudian menjadi kelebihan dari buku ini ditambah dengan penjelasan yang dipaparkan pun dijelaskan secara gamblang dan sedikit sekali penggunaan kosa kata yang menyulitkan bagi pembaca. Namun dibalik kelebihannya itu pembahasan mengenai perkembangan ilmu dalam buku ini hanya menawarkan sedikit konsep jika dibandingkan dengan buku filsafat ilmu yang lain sehingga pembaca yang telah memiliki pengalaman membaca filsafat ilmu dari sumber yang lain merasa kurang dikarenakan sedikitnya pembahasan konsep yang ditampilkan.

Jika dianalisa dengan dua buku sebelumnya yakni buku Immanuel kant mengenai akal budi dan buku filsafat umum akal dan hati sejak Thales hingga Capra,penulis menyajikan tulisan bernada sama dengan dua buku sebelumnya dimana dua buku sebelumnya menyebutkan perlu adanya berimbang antara ilmu (akal) dengan agama (hati) dimana dengan adanya keseimbangan antara ilmu dan agama akan membawa kepada peradaban yang lebih baik dan jika dominan salah satunya ataupun keberpihakan masyarakat terhadap ilmu atau agama saja maka akan terajadi hal yang lebih buruk dari perang dunia ke II dimana pada era modern seperti sekarang ini kemujan ilmu dan teknologi sendiri pun dianggap sebagai suatu kebaikan terhadap peradaban manusia sehingga kini pun banyak individu yang kemudian cenderung memilih terdapat satu sisi antara agama atau ilmu ini. Padahal sebagaimana yang dijelaskan oleh kant sendiri pun sains tidak dapat sepenuhnya memberikan keutuhan kebenaran walaupun sains memberikan jawaban terhadap apa yang bersifat empiris. Penting adanya peranan hati dalam kebaikan kehidupan manusia. Begitu pun dijelaskan dalam buku filsafat umum akal dan hati di jalur timur, jelas menjabarkan keberpihakan al-quran pun menghargai akal dan memerlukan hati dalam kehidupan manusia sehingga kelak di masa depan pun perlu adanya keteraturan antara agama dan ilmu.